Minggu, 23 Agustus 2020

Berhati-Hati Memilih Perumahan Syariah (Bagian 1)

 

Perumahan syariah memang sedang marak di dunia properti saat ini. Karena disamping perumahan syariah tidak menerapkan sistem riba dan tidak menggunakan bank, beberapa developer syariah sendiri banyak memberi kelonggaran dalam beberapa hal seperti DP yang murah dan bisa dicicil, ada juga yang tidak menerapkan penyitaan bilamana telat dalam membayar cicilan. Bercerita sedikit dari pengalaman saya pada tahun 2019, saat itu saya tertarik pada iklan perumahan syariah dengan harga terjangkau dimana lokasi perumahannya adalah di daerah Juanda dan harga yang dipatok adalah sekitar 300 jutaan. Dimana setahu saya harga tanah di daerah Juanda saja sudah sangat mahal apalagi ada perumahan yang harganya tidak sampai 400 juta, itu sudah pasti sangat murah. Dari situ saya tertarik dan coba mengikuti gathering pada acara yang dibuat oleh developer perumahan syariah tersebut.

Saya mendatangi gathering developer properti tersebut yang diadakan di salah satu Hotel di daerah Baratajaya Surabaya. Gathering ini dilakukan oleh tim marketing developer tersebut yang tujuannya untuk mengenalkan sistem penjualan properti syariah yang mereka jual, baik skema pembayaran, juga keuntungan-keuntungan lainnya jika dibandingkan dengan skema KPR konvensional, sekaligus mengais pembeli.

Nama developer properti syariah tersebut adalah PT Graha Taman Indo atau sebut saja dengan "GTI" dimana saat tulisan ini dibuat, developer tersebut masih menempati kantor di daerah Deltasari Sidoarjo. Tentu saja nama itu sudah saya samarkan karena sebenarnya pengalaman yang ingin saya ceritakan ini adalah pengalaman buruk, namun nama asli developer tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang saya samarkan.

Dalam acara gathering tersebut kami (para calon customer) ditunjukkan beberapa proyek yang sedang mereka bangun dan ternyata mereka banyak memegang proyek-proyek besar. Dan pada saat itu ada 3 proyek perumahan di daerah Juanda, ada 2 di daerah Bangah sidoarjo, dan ada 1 di daerah Sukorejo Pasuruan. Saya sangat tertarik pada perumahan di daerah sukorejo pasuruan karena selain lebih dekat dengan tempat kerja saya, harga yang ditawarkan juga sangat miring. Singkat cerita saya memutuskan untuk membeli satu unit rumah di Perumahan Sukorejo yang dijual oleh GTI tersebut.

Rumah Belum Dibangun
Sebelum bercerita panjang lebar, ada satu hal yang perlu teman-teman ketahui tentang properti syariah. Kebanyakan developer properti syariah menjual unit rumah tidak pada kondisi rumahnya sudah jadi. Ada yang masih dalam proses pembangunan atau bahkan ada yang kondisi tanahnya masih lahan kosong. Sehingga saat kita membeli rumah tersebut, akad jual beli yang tertulis adalah akad jual beli barang dan jasa, dimana isi akadnya adalah kita membayar uang sekian untuk jasa dibangunkan unit rumah pada lokasi tersebut, dengan harga sekian, luas tanah sekian, dan bahan-bahan yang dirincikan. Inilah kondisi yang diajukan pada akad jual beli dengan customer, dimana selama rumah belum dibangun atau sedang dalam proses pembangunan kami customer diwajibkan membayar cicilan sesuai kesepakatan. Namun ada juga yang membeli dengan skema cash sehingga tidak perlu membayar cicilan dan tinggal menunggu rumahnya selesai dibangun.

Pasal Dalam AJB yang Meragukan
Selama rumah dalam proses pembangunan, masing-masing customer memiliki waktu jatuh tempo kapan rumahnya harus sudah selesai dibangun. GTI sendiri menerapkan beberapa perbedaan dimana dalam kasus saya, customer yang membeli cash rumahnya akan diselesaikan dalam 2 tahun, sedangkan yang menggunakan skema cicilan 5/10/20 tahun akan selesai dalam 3-4 tahun. Waktu tersebut dinamakan Serah Terima Unit (STU). Menyangkut hal ini GTI menerapkan pasal yang sifatnya mengikat dimana pasal tersebut berbunyi bilamana customer memutuskan untuk mundur atau membatalkan pembelian rumah pada waktu belum melewati masa STU maka total uang masuk (baik cash maupun mencicil) yang akan dikembalikan akan dipotong sebanyak 10% harga cash rumah. 

Saya berprasangka baik waktu itu, mungkin GTI tidak ingin jika customer sudah membeli rumah dan rumahnya sedang dalam proses pembangunan, tiba-tiba customer tersebut mengundurkan diri dan membatalkan pembelian. Dimana sebenarnya nilai potongan 10% dari harga cash ini sangat banyak. Misalkan saja harga rumah yang dijual adalah 300 juta, dan kita masih dalam proses mencicil. Misalkan total uang kita yang masuk 60 juta. Jika kita memutuskan mundur sebelum masa STU maka kita akan dipotong 30 juta (10% dari 300 juta harga cash) sehingga uang yang akan dikembalikan hanya 30 juta. Disamping itu ada ketentuan juga mengenai proses pengunduran diri ini, dimana uang akan dikembalikan paling lama selama 360 hari (hampir satu tahun). Ada juga pasal yang berbunyi bahwasanya customer tidak boleh mengintervensi pihak developer dalam proses pembangunan rumah.

Keraguan Mulai Bermunculan
Saya mulai ragu ketika menginjak waktu 6 bulan, kondisi tanah yang seharusnya dibangun perumahan yang saya beli, masih dalam kondisi kosong dan tidak terawat. Bahkan mulai ditumbuhi rumput-rumput liar. Apalagi bagian tengah dari lahan tersebut adalah hutan. Saya mulai berpikir bahwa rumah saya tidak akan selesai dalam 2 tahun. Selang beberapa saat saya mencoba menghubungi pihak GTI dan menanyakan progres mengenai rumah saya dan hanya dijawab masih dalam proses alih fungsi lahan. Yang mana maksudnya adalah mengalihkan lahan yang awalnya masih tidak layak menjadi lahan yang siap bangun.

Keraguan kedua muncul ketika di instagram GTI banyak bermunculan komentar-komentar negatif di setiap postingannya. Ada yang mengeluhkan CS yang abai dan acuh, ada yang memprotes karena uang pengunduran diri mereka pencairannya tidak tepat waktu, ada pula yang bahkan mengutuk GTI karena memakai nama syariah untuk sistem propertinya. Dan customer-customer tersebut tidak hanya customer yang membeli proyek Perumahan Sukorejo saja, tapi juga pembeli proyek-proyek lain seperti Juanda dan Bangah.

Keraguan terakhir saya muncul ketika saya sedang cek ke lokasi perumahan Sukorejo dan menanyakan kepada warga dan RT setempat mengenai proyek pembangunan perumahan tersebut, ternyata GTI belum melunasi pembayaran tanahnya. Tersentak saya kaget dan keraguan saya mulai mejadi-jadi. Sesampainya di rumah saya mencoba mencari-cari informasi mengenai GTI dan saya menemukan salah satu review mengenai perumahan Juanda, salah satu proyek yang sedang digarap oleh GTI. Reviewernya adalah Broperty (teman-teman bisa mencari nya sendiri di internet). Dalam review tersebut Broperty juga melakukan investigasi yang kurang lebih sama seperti yang saya lakukan, dia mencari pemilik tanah perumahan Juanda untuk dimintai keterangan. 

Broperty mendapatkan informasi dari pemilik tanah bahwa GTI hanya melunasi tanah bagian depan saja dan GTI meminta untuk diperbolehkan memasang baliho dan spanduk bahwa akan dibangun perumahan Juanda di lokasi tersebut. Yang dapat saya simpulkan disini adalah GTI sangat berani menjual proyek rumah pada pelanggan bahkan sebelum lahan dimiliki secara keseluruhan. Artinya bila tanah saja belum lunas, sudah pasti GTI juga belum memiliki IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) Induk. Yang mana sebenarnya syarat developer properti diperbolehkan menjual proyek sebagaimana dalam UU Perumahan Nomor 1 Pasal 42 adalah sudah memiliki status kepemilikan tanah dan sudah memiliki IMB Induk. Di kondisi ini saja GTI sudah melanggar 2 ayat dari pasal 42 tersebut.

Dengan keraguan tersebut akhirnya saya memutuskan untuk mengundurkan diri tepat satu tahun sejak pembelian. Dimana waktu itu saya belum melewati masa STU dan sesuai Akad Jual Beli yang sudah saya tanda tangani, uang saya yang dikembalikan akan dipotong sebanyak 10% harga cash rumah yang saya beli. Yang mana jumlahnya tidak sedikit, kurang lebih cukup untuk membeli satu motor matic merk Honda. Detil bagaimana saya mengundurkan diri dan proses pencairan uang saya akan saya sampaikan lagi pada kesempatan lain. 

Untuk saat ini saya cukupkan postingan ini, saya himbau teman-teman lebih berhati-hati sebelum memutuskan untuk membeli perumahan syariah. Jangan hanya melihat proyek-proyek yang sudah mereka selesaikan, atau melihat penghargaan-penghargaan developernya saja. Tapi lebih baik melihat lebih spesifik pada proyek rumah yang hendak kita beli, bisa mengenai status tanahnya, proses perizinannya, kalau bisa tanyakan pada RT atau kelurahan setempat. Kecerobohan saya adalah saya tidak mendalami terlebih dahulu sebelum membeli karena kurangnya ilmu.

Semoga bermanfaat
Salam 🙏🏻

Lanjutan postingan ini dapat dibaca disini.

2 komentar:

  1. memang harus hati2 bim kalo urusan rumah
    apalagi yang mengatasnamakan Syariah
    banyak sekali label Syariah, namun ga Syariah, contohnya Bank Syariah

    aku malah curiga kalo berlabel Syariah, dan akan mengecek lebih hati2, setidaknya orang2nya dulu, diajak ngobrol dulu

    kalo ternyata mereka ga paham dan kata2 mereka berseberangan dengan Syariah, atau banyak kata2 ngelesnya

    itu artinya ga beres

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mas. Dulu masih awam soal perumahan apalagi syariah. Kalo syariah yang aku alami ini proses pembayaran cicilan dan lain-lain langsung ke developernya, jadi tidak pakai bank syariah atau KPR Syariah. Jadi uang pembeli diolah secara inohuse oleh developernya.

      Btw, temen SMA mu ada yang beli rumah di GTI juga lo mas.

      Hapus